Restorasi Bisnis Lestari

Written By Transformasi Category Hutan

Restorasi Bisnis Lestari

Lestari kini menjadi satu kata wajib dalam kegiatan bisnis, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang melipatgandakan keuntungan dari kekayaan sumber daya alam. Terkait kelestarian ini pula, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan terus mendorong investasi restorasi ekosistem. Langkah ini bagian dari upaya menyeimbangkan fungsi ekologi dan ekonomi kawasan hutan. Zulkifli menerbitkan surat keputusan pencadangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHK-RE) seluas 2,5 juta hektar (ha) sebagai bagian dari sistem inovasi kehutanan tahun 2010-2014. Per Rabu (2/7), Kemenhut telah menerbitkan 12 unit IUPHHK-RE seluas 480.093 ha.

Dari 136 juta ha kawasan hutan, seluas 54 juta ha adalah hutan konservasi dan lindung. Khusus untuk bisnis restorasi ekosistem, Kemenhut mencadangkannya di dalam kawasan hutan produksi untuk mempercepat rehabilitasi lahan terdegradasi yang rusak akibat perambahan.

Patut diketahui, restorasi ekosistem merupakan bentuk bisnis kehutanan yang unik karena investor tidak boleh menebang pohon untuk menjual kayu atau menanam komoditas nonkehutanan seperti kelapa sawit. Investor pemegang izin konsesi restorasi justru harus memulihkan kawasan hutan yang rusak dengan menanam tanaman asli lokal dan merawatnya agar ekosistem pulih seperti sedia kala.


Hal ini membuat kita juga harus menyadari bahwa investor restorasi ekosistem juga menghadapi tantangan yang tidak mudah. Investor harus siapkan dana yang besar untuk riset, melibatkan masyarakat yang bisa jadi selama ini diperalat untuk merambah, dan membiayai operasi pemulihan ekosistem tersebut. 

Setelah semua ini berjalan, apa insentif bagi investor agar mau terjun dalam bisnis restorasi ekosistem? Investor dapat meraup untung dari hasil hutan bukan kayu (intangibles), seperti air, madu, tanaman obat, ekowisata, dan perdagangan karbon di pasar global.

Begitu besar nilai ekonomi dari hasil hutan bukan kayu ini. Organisasi non-pemerintah yang aktif membuat kajian tentang lingkungan dan kehutanan, Greenomics Indonesia, menyebutkan, potensi pendapatan dari keanekaragaman hayati dari kawasan hutan seluas 75,9 juta ha mencapai 1 triliun dollar AS.

Potensi yang luar biasa besar ini dari nilai rata-rata tanaman obat di hutan tropis dikalikan kawasan hutan seluas 75,9 juta ha yang bernilai keanekaragaman hayati global 13.278 dollar AS per ha per tahun. Belum lagi dari sumber air dan hasil hutan bukan kayu lainnya.

Dengan demikian, pengembangan bisnis restorasi kawasan hutan dapat mengembalikan kelestarian lingkungan sekaligus menyejahterakan rakyat sesuai amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini penting karena rasanya sulit kelestarian terwujud sebelum rakyat di sekitar kawasan hutan hidup sejahtera.


Beberapa izin restorasi ekosistem dikelola oleh organisasi non-pemerintah dengan dukungan donor di sejumlah lokasi, di antaranya Jambi (46.385 ha), Sumatera Selatan (52.170 ha), dan Kalimantan Timur (86.450 ha). Dari sisi korporasi, ada produsen bubur kertas dan kertas terbesar kedua di Asia, APRIL, yang mengembangkan lembaga nirlaba Restorasi Ekosistem Riau (RER) untuk memulihkan hutan gambut korban pembalakan liar seluas 20.265 ha di Semenanjung Kampar, Riau. 

Sudah sepatutnya perusahaan lain yang selama ini memupuk keuntungan dari kekayaan alam, seperti sumber daya air, turut meniru langkah APRIL tersebut. Kesediaan produsen air minum kemasan ikut memulihkan hutan lewat investasi restorasi ekosistem berdampak besar terhadap kemajuan pengelolaan kawasan hutan dan kelestarian bisnis itu sendiri. (Hamzirwan)

Sumber: Kompas